Senin, 13 Juli 2015

Tanggapan Atas Kasus Mobil Listrik Dahlan Iskan..

Kuasa hukum Dahlan Iskan, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan pengadaan 16 unit mobil listrik yang kini dimasalahkan Kejaksaan Agung tidak dianggarkan atau dibiayai oleh APBN.
“Ini bukan suatu kebutuhan yang dianggarkan pembiayaanya oleh APBN, maka dicarikan jalan keluar bagaimana bisa mengadakan mobil listrik untuk promosi acara APEC 2013 itu,” katanya di kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (17/6).

Untuk mencari solusi agar dapat mengadakan mobil listrik itu , kata Yusril, maka diadakan rapat-rapat oleh Dahlan Iskan dengan para staf di Kementerian BUMN. Staf BUMN melaporkan akan mencarikan jalan keluar untuk menghimpun dana mengadakan mobil listrik tersebut dengan tidak melanggar peraturan perundang-undangan. “Yaitu dengan cara mengajak BUMN untuk menggunakan biaya promosi atau biaya sponsorship BUMN itu, ada 3 BUMN yang berminat Pertamina, BRI dan PGN, Dengan biaya sponsorship dan promosi itu adalah kemudian dapat dihimpun dana untuk membiayai mobil listrik itu. Sampai disitu sebenarnya peran dari pak Dahlan,” jelasnya.

Disinggung soal apakah ditunjuk langsung 3 BUMN itu, Yusril membantah hal itu. “Karena soal siapa yang ditunjuk apa kontraknya itu dilakukan langsung oleh yang membuat mobil listrik itu (tersangka Dasep) dengan pihak BUMN dan yang berminat menjadi sponsor,” tutupnya.
Dalam kasus ini penyidik pidana khusus Kejaksaan Agung telah menetapkan dua orang tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp 32 miliar ini.
Kedua tersangka tersebut yakni Direktur Utama Perum Perikanan Indonesia (Perindo), Agus Suherman dan Direktur PT Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi.
Tersangka Agus Suherman saat kasus ini bergulir menjabat sebagai salah satu pejabat di Kementerian BUMN yakni Kepala Bidang PKBL. Sementara tersangka Dasep Ahmadi merupakan pihak swasta yang mengerjakan pengadaan 16 unit mobil listrik tersebut.

Dari hasil penyelidikan tim satgasus menduga adanya penyimpangan pasalnya 16 mobil tidak dapat digunakan. Selain itu mobil itu dihibahkan ke UI, ITB, UGM, Unibraw dan Universitas Riau tanpa ada kerja sama.
Penyidik terus memeriksa dan mencari alat bukti untuk menetapkan tersangka atau pihak yang harus dimintai pertanggungjawaban hukum atas dugaan penyimpangan yang berawal pada tahun tahun 2013 saat Dahlan Iskan menjabat sebagai Menteri BUMN.

Dahlan memerintahkan sejumlah BUMN menjadi sponsor pengadaan mobil listrik itu untuk mendukung kegiatan operasional konferensi APEC tahun 2013, di Bali. Namun mobil tersebut tidak bisa digunakan. Akibatnya, ketiga BUMN tersebut mengalami kerugian.
(sumber : http://nasional.inilah.com)

Tanggapan Terhadap Kasus Mobil Listrik Dahlan Iskan..
Komentar saya menanggapi kasus pembiayaan mobil listrik di atas dapat disimpulkan bahwa, kasus tersebut Tidak adanya sangkut pautnya Dahlan Iskan pada kasus korupsi hanya saja terobosan dana CSR BUMN untuk kemajuan Indonesia yang diprakarsai Pak Dahlan dianggap salah. Pada kasus tersebut Dahlan Iskan hanya dijadikan saksi atas kasus mobil listrik untuk mendukung kegiatan operasional konferensi APEC.
 

Kamis, 07 Mei 2015

Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja..

Modal kerja adalah selisih antara aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian modal kerja merupakan investasi dalam kas, surat-surat berharga, piutang dan persediaan dikurangi hutang lancar yang digunakan untuk melindungi aktiva lancar.





Analisa :
Dari tabel di atas dapat kita ketahui bahwa terjadi penambahan modal dari tahun 2011 ke tahun 2012 yaitu sebesar Rp 17.702.667.210 dengan rincian modal kerja pada tahun 2011 dan 2012 masing-masing Rp 42.065.133.583 dan Rp 24.362.466.373


Analisa :
Karena jumlah penggunaan > sumber yaitu sebesar Rp 17.702.667.210, maka dana sebesar Rp 17.702.667.210 tersebut mempunyai efek negatif terhadap modal kerja sebesar Rp 17.702.667.210
 
-Tulisan Softskill Analisis Sumber dan Penggunaan Modal Kerja-

Analisis Ratio Likuiditas, Solvabilitas dan Rentabilitas..

Perhitungan Per Desember Tahun 2012 PT. Nippon Indosari Corporindo, Tbk


1.      Rasio Likuiditas
Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menjamin kewajiban-kewajiban lancenya. Rasio ini antara lain, Rasio Kas (Cash Ratio), Rasio Cepat (Quick Ratio), Rasio Lancar (Current Ratio).
§  Current Ratio = Total Aktiva Lancar / Total Hutang Lancar
Current Ratio   = Rp 219.818.034.145 / Rp 195.455.567.772 = Rp 1,12
Analisis : Setiap Rp 1 hutang lancar dijamin oleh 1,12 harta lancar atau perbandingannya antara aktiva lancer dengan hutang lancar adalah 1,12 : 1

§  Quick Ratio = (Total Aktiva Lancar – Persediaan) / Total Hutang Lancar
Quick Ratio  = (Rp 219.818.034.145  – Rp 22.598.712.855) / Rp 195.455.567.772
                      = Rp  197.219.321.290 / Rp 195.455.567.772  = Rp 1,009
Analisis : Rata-rata industri tingkat liquidnya atau quick ratio adalah 0,5 kali sedangkan pada PT. Nippon Indosari Corpindo.tbk  1,009 maka keadaannya sangat baik karena perusahaan dapat membayar hutang walaupun dikurangi persediaan.

2.      Rasio Solvabilitas
Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat pengelolaan sumber dana perusahaan. Beberapa rasio ini antara lain, Rasio Total Hutang terhadap Modal sendiri, Total Hutang terhadap Total Asset, TIE (Time Interest Earned).
§  Total Dept to Equity Ratio = (Total Hutang / Ekuitas Pemegang Saham) x 100%
Total Dept to Equity Ratio    = (Rp 538.337.083.673 / Rp 666.607.597.550) x 100%
                                                   = 0,81 x 100% = 81%
Analisis : Merupakan perbandingan antara hutang dan ekuitas dalam pendanaan perusahaan dan menunjukan kemampuan modal sendiri, perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Perusahaan dibiayai 81% untuk tahun 2012.

§  To Debt to Asset Ratio = (Total Hutang / Total Aktiva) x 100%
To Debt to Asset Ratio  = (Rp 538.337.083.673 / Rp 1.204.944.681.223) x 100%
                                        = 0,44 x 100% = 44%
Analisis : Pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang untuk tahun 2010 artinya bahwa setiap Rp 100 pendanaan perusahaan Rp 44 dibiayai dengan hutang dan Rp 56 disediakan oleh pemegang saham.

3.      Rasio Provabilitas / Rentabilitas
Rasio yang digunakan untuk megukur kamampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan. Rasio ini antara lain, GPM (Gross Profit Margin), OPM (Operatig Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), ROA(Return to Toal Asset), dan REO (Return Of Equity).
§  Gross Profit Margin = (Laba Kotor / Penjualan Bersih) x 100%
Gross Profit Margin    = (Rp 556.412.908.045 / Rp 1.190.852.893.340) x 100%
                                     =  0,46 x 100% = 46%
Analisis : Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba kotor dari penjualan bersih adalah sebesar 46%

§  Net Profit Margin = (Laba Setelah Pajak / Total Aktiva) x 100%
Net Profit Margin   = (Rp 149.149.548.025 / Rp 1.204.944.681.223) x 100%
                                = 0,12 x 100% = 12%
Analisis : Kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih adalah sebesar 12%

§  Operating Profit Margin = (Laba Usaha / Penjualan Bersih) x 100%
 Operating Profit Margin    =  (Rp 199.403.319.484 / Rp 1.190.852.893.340) x 100%
                                     = 0,16 x 100% = 16%
Analisis : Operating Ratio mencerminkan tingkat efisiensi perusahaan sehingga rasio ini rendah menunjukan keadaan yang baik karena setiap rupiah penjualan yang terserap dengan biaya juga rendah dan tersedia untuk laba yang besar.

§  Return Of Equity = (Laba Bersih Setelah Pajak / Total Modal Pemegang Saham) x 100%
Return Of Equity   = (Rp 149.149.548.025 / Rp 666.607.597.550) x 100%
                               = 0,22 x 100% = 22%
Analisis : pengambilan atas modal perusahaan sebesar 22%

Cat :
Laporan Keuangan yang saya gunakan adalah  Laporan Keuangan Neraca dan Laba Rugi dari PT Nippon Indosari Corporindo, Tbk Tahun 2012 
-Tugas Softskill Analisis Ratio-

Minggu, 22 Maret 2015

Teori Analisis Rasio..

Pengertian dari analisis dari rasio secara simple adalah membandingkan antara satu angka dengan angka lainnya yang memberikan suatu makna. Suatu keuntungan rasio adalah meringkas suatu data historis perusahaan sebagai bahan perbandingan. Dari sekian banyak analisis keuangan, analisis rasio adalah paling banyak digunakan.
Analisis rasio merupakan salah satu teknik analisis laporan keuangan dengan cara membandingkan komponen-komponen laporan keuangan dalam satu tahun atau satu periode. Rasio ini kemudian ditafsirkan atau dibandingkan kembali dengan rasio yang sama pada tahun yang lalu. Umumnya rasio-rasio ynag digunakan merupakan rasio yang sudah baku yang mengukur :
     a.       Tingkat Likuiditas
     b.       Soliditas atau nilai bersih dari yayasan
     c.       Kinerja Operasional
Rasio yang dihasilkan memiliki kelemahan yang harus diwaspadai yaitu hilangnya nilai absolut dari data itu sendiri. Kadang-kadang rasio yang dibandingkan lebih baik atau sama tapi dengan nilai absolut yang jauh berbeda. Suatu yayasan dengan penghasilan setahun sepuluh miliyar dibanding dengan yayasan laindengan nilai penghasilan sepuluh juta rupiah. Setiap kenaikkan penghasilan satu juta rupiah berarti akan menaikan nilai rasio dengan 10%.

Inti dari Rasio Keuangan..
Dalam suatu analisis rasio keuangan ada 5 inti atau 5 pokok, yaitu sebagai berikut :
1.    Rasio Likuiditas
 Rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang telah jatuh tempo dan rasio yang paling banyak mendapat perhatian baik dari para analis maupun investor. Walaupun analisis terhadap likuiditas ini membutuhkan bantuan lain. Rasio-rasio yang tergolong dalam rasio likuiditas ini antara lain adalah current ratio dan cash ratio.
Current Ratio, rasio ini dihitung dengan membagi aset lancar dengan utang lancar. aset lancar secara umum terdiri atas kas dan setara kas, surat berharga, piutang dagang, persediaan, biaya dibayar dimuka dan aset lancar lainnya
Quick Ratio, rasio ini mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan mengurangkan persediaan yang dianggap kurang likuid karena prosesnya cukup panjang, yaitu melalui penjualan dan kemudian piutang dagang atau tunai. Namun ada beberapa pos neraca yang harus dikeluarkan antara lain: uang muka dan jaminan, biaya dibayar di muka, pajak dibayar di muka, dan lainnya, karena pos-pos tersebut kenyataannya tidak lebih likuid dari persediaan, bahkan bisa sulit ditagih.

1.    Rasio Leverage
Rasio yang mengukur seberapa jauh atau besar perusahaan mendanai usahanya dengan membandingkan antara dana sendiri yang telah disetorkan dengan jumlah pinjaman dari para kreditur. Hal pertama adalah para kreditur melihat atau menganalisis berapa jumlah dana sendiri yang telah disetor (owner supplied funds) sebagai margins of safety, yaitu merupakan suatu batas aman atas kemungkinan buruk yang terjadi. Kedua, dengan dana pinjaman dari kreditur, pemilik perusahaan memiliki keuntungan, yaitu masih memiliki hak mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi terbatas. Ketiga, jika perusahaan memiliki kelebihan atau keuntungan dari selisih keuntungan operasional dengan bunga atau biaya modal, maka pemilik perusahaan akan memperoleh keuntungan.
Perusahaan dengan rasio leverage yang rendah, memiliki resiko kecil apabila kondisi perekonomian menurun, tetapi sebaliknya, apabila kondisi perekonomian sedang naik (boom) perusahaan akan kehilangan kesempataan untung memperoleh keuntungan (return) yang relative besar.

2.    Rasio Aktivitas
Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan dalam menjual produknya dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan jumlah persediaan yang dimiliki. Dalam beberapa buku yang diperoleh ada yang menggunakan pendekatan penjualan dibagi dengan persediaan, ada juga yang menggunakan pendekatan harga pokok penjualan dibagi persediaan.
Inventory turnover ratio, salah satu rasio aktivitas yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menjual produknya dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan jumlah persediaan yang dimiliki.
Receivables turnover ratio, rasio ini digunakan untuk memperkirakan berapa kali dalam suatu periode tertentu, jumlah arus kas masuk perusahaan yang diperoleh dari piutang dagang, semakin cepat piutang dagang akan semakin baik karna akan menambah likuiditas perusahaan.

3.    Rasio Profitabilitas
Rasio ini mengukur kemampuan para eksekutif perusahaan dalam menciptakan tingkat keuntungan baik dalam bentuk laba perusahaan maupun nilai ekonomis atas penjualan, aset bersih perusahaan maupun modal sendiri. Rasio ini lebih diminati oleh para pemegang saham dan manajemen perusahaan sebagai salah satu alat keputusan investasi, apakah investasi bisnis ini akan dikembangkan, dipertahankan dan sebagainya.
 Operating Profit Margin, rasio ini mengukur berapa banyak selisih antara penjualan dengan biaya operasional yang akan atau telah dimiliki perusahaan. rumus ini dengan membagi laba bersih sebelum pajak dengan penjualan.

4.    Rasio Valuasi
Rasio ini mengukur seberapa jauh perusahaan melalui para eksekutifnya mampu menciptakan nilai pasar yang lebih besar atas investasi yang ditanamkannya. Rasio ini merupakan suatu rasio yang lengkap dimana risk ratio dan expected return harus dipelihara dengan baik untuk memaksimalkan kesejahteraan para investor.

Sumber :
1.     Manajemen Keuangan Akuntansi untuk eksekutif Perusahaan. Hendra S. Raharjaputra. 2009, Penerbit Salemba Empat.
2.     Akuntansi Keuangan Yayasan & lembaga nirlaba sejenis. Pahala Nainggolan, Akl., M.M. 2007, PT. Rajagrafindo Persada
3.     Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Prof. Dr. Bambang Riyanto. 2009, BPFE-YOGYAKARTA